Minggu, 21 September 2014

Penghayatan Terhadap Nilai - Nilai Sejarah



                Sudah menjadi rahasia umum bahwa degredasi moral menjadi salah satu momok penyakit mental yang sedang gencar-gencarnya menimpa para pemuda bangsa Indonesia. Meningkatnya angka aborsi di kalangan remaja putri, westernisasi yang diagung-agungkan, sampai gaya hidup yang bertolak belakang dengan rasa tradisi bangsa Indonesia menjadi berhala-berhala kecil di tengah masa-masa pencarian diri dan pembuktian pada sesama di kalangan pemuda khususnya remaja yang baru menjejak masa-masa awal kedewasaan.
                Sebagai salah satu media sosialisasi, sekolah sebagai tempat para pemuda meluangkan waktu sehari-harinya di sana memiliki tanggung jawab moral untuk mendidik mental para pemuda tersebut, sekaligus mewariskan nilai-nilai dan norma sosial yang telah dirumuskan oleh para pendahulu bangsa. Adalah sebuah harga mati untuk menjadikan para pemuda bangsa memiliki semangat serta rasa nasionalisme yang tinggi hingga dapat menjadi benteng-benteng pertahanan juga penerus tongkat estafet yang mumpuni, sehingga penjajahan di atas bumi Indonesia dapat dihapuskan secara paripurna hingga ke setiap sendi-sendi kehidupan bangsa.
                Semangat cinta kepada tanah air ini tidak mungkin dapat diwariskan secara instan sehingga tercipta insan yang siap membela negara dengan segenap tumpah-darahnya begitu saja. Untuk dapat mencintai bangsanya, seorang pemuda tentu harus mengenal bangsanya terlebih dahulu. Pengenalan kepada bangsa memiliki makna yang amat luas, termasuk di dalamnya sejarah berdirinya bangsa tersebut atau pun nilai-nilai yang telah dirumuskan oleh para pelopor bangsa.  Nilai-nilai tersebut tentu dapat diberikan di sekolah, terlebih pada pelajaran sejarah dimana perjuangan bangsa menjadi materi-materi yang wajib untuk dipelajari di kelas. Namun, kecintaan seseorang kepada bangsanya tidak hanya dapat ditunjukkan dengan grafik-grafik nilai semata. Nilai-nilai LKS yang lebih tinggi tidak dapat menjamin seseorang lebih siap membela bangsanya dibandingkan dengan nilai-nilai yan lebih rendah.
                Dikarenakan hal tersebut, adalah menjadi salah satu hal yang fundamental penanaman rasa cinta kepada tanah air ini. Ketika seorang pemuda dapat menghayati perjuangan Pangeran Diponegoro ataupun Tuanku Imam Bonjol pada perang-perang yang berlangsung melawan kolonial Belanda, ataupun penderitaan para pekerja romusha untuk pemerintah Jepang sudah barang tentu dalam kehidupan sehari-harinya pun ia akan menghargai tiap embusan kemerdekaan yang ia nikmati sekarang. Ketika seorang pemuda menghayati perjuangan para pendahulu bangsa di meja diplomasi, menjadi salah satu negara pencetus Gerakan Non Blok, sudah barang tentu ia tak akan malu mengenakan identitas-identitas yang mencirikan kebudayaan Indonesia. Ketika seorang pemuda menghayati perjuangan Wage Rudolf Supratman, yang bahkan pada saat pertama kali diperdengarkan lagu Indonesia Raya hanya dapat dengan media biola, maka tak ada batang kepala para pemuda yang berani tidak menunduk ketika mendengar lagu Indonesia Raya dilantunkan.
                Dengan mengenal Indonesia secara lebih dekat, akan terbentuk hubungan emosional yang lebih erat dengan bangsa dan para pendahulunya. Hal ini menjadi benteng yang paling mendasar dalam menghadapi arus globalisasi dimana penyeleksian budaya-budaya asing lebih ditekankan kepada individu-individu sendiri. Cara pengajaran yang lebih medominasikan pada hafalan tanggal-tanggal ataupun teks pada buku-buku paket saja tidak lagi relevan dalam menghadapi tantangan zaman saat ini. Tentu, memdapatkan nilai-nilai yang sesuai dengan tuntutan sekolah atau penyelesaian materi-materi yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan itu penting, namun diatas itu semua penghayatan terhadap nilai-nilai sejarah kepada para pemuda jauh lebih penting, mengingat para pemudalah yang kelak akan menjadi pancang-pancang kesejahteraan dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.       

Tidak ada komentar :

Posting Komentar