Minggu, 30 November 2014

Sedikit Tulisan Tentang Chairil Anwar



Sedari di tingkat sekolah dasar mungkin masing-masing dari kita sudah diperkenalkan dengan penyair ini. Beliau adalah Chairil Anwar, yang terkenal dengan puisisinya yang berjudul ‘Aku’ atau ‘Semangat’. Ia dikenal sebagai pelopor angkatan ’45 dengan puisi-puisinya yang bernafaskan angin baru, dimana dianggap memberontak bentuk-bentuk sajak umumnya pada masa itu .

Sebagai seseorang yang mati muda, pada usia 27 tahun, Chairil Anwar sudah membuktikan bahwa umur seseorang bukanlah batasan dalam menghasilkan suatu karya. Terbukti karya-karyanya banyak yang mempengaruhi penyair-penyair berikutnya, dan dianggap sebagai salah satu peletak dasar kesusastraan di Indonesia. banyak orang yang mengakui tingkat kejeniusannya dalam mengolah kata, sehingga walaupun kita menyaksikan bahwa puisi-puisinya adalah sebuah masa lalu, tapi bisa menjadi sebuah masa depan dengan kreativitas tanpa batasnya dalam berkarya.

Walaupun karya-karya Chairil Anwar banyak yang dinilai individualistis seperti puisinya yang pertama-tama ‘Nisan’ atau ‘Kehidupan’ dan diakhir masa kehidupannya ‘Derai – Derai Cemara’ ia tidaklah menutup mata atas keadaan politik dan masyarakat yang berada di sekitar. Ia menulis sajak-sajak ‘Persetujuan dengan Bung Karno’ yang menggambarkan keadaan politik pada saat itu. Namun sayang karena apresiasi dari para elit politik sendiri tidaklah begitu bersimpatik kepadanya, namanya sempat timbul-tenggelam dan menjadi permainan dalam menguatkan arah politik masing-masing. Saya kira memandang sebelah mata atas karyanya, sebagai seorang yang sudah memeprjuangkan prisisp hidup dan ‘memberontak’ dengan nafas baru dalam gaya-gaya persajakan, karena kepentingan ‘perut dan golongan’ belaka adalah suatu penghinaan.

Salah satu hal yang patut diteladani bagi kita sebagai generasi muda adalah ketotalannya dalam berkesenian dalam sastra, yang sudah ia mulai sejak umur 15 tahun. Hal ini juga ditambah dengan penguasaannya terhadap bahasa Jerman, Belanda, dan Inggris dengan baik walaupun pendidikan terakhirnya setingakat sekolah menengah atas. Masa hidupnya memang singkat, namun ia berhasil membuktikan kata-katanya pada sang ibu bahwa jika ia mati muda, biarlah anak-anak sekolah dasar menaburkan karangan bunga di makamnya nanti. Dan waktu membuktikan, bahwa kesungguhannya terbayar lunas. Bahkan bukan hanya pada anak-anak sekolah dasar, namun semangatnya terus mengalir dalam diri bangsa Indonesia selama bangsa ini tetap menghargai identitas dirinya sendiri.

Sumber :
Eneste, Panusuk (editor), AKU INI BINTANG JALANG : Koleksi Sajak 1942-1949 Chairil Anwar,     Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,  2011

Sapardi Djoko Damono, “CHAIRIL ANWAR KITA”, Eneste, Panusuk (editor), AKU INI BINTANG     JALANG : Koleksi Sajak 1942-1949 Chairil Anwar, Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,  2011

Agni, Binar S.Si, SASTRA INDONESIA LENGKAP, Jakarta : PT BUKU KITA, 2008

Tidak ada komentar :

Posting Komentar