Minggu, 30 November 2014

Al Barra Bin Malik, Kesatria Pilihan Rasulullah

 Ia seorang yang hitam, pendek, rambutnya ikal. Bahkan tak terdengar catatan kehidupannya sedikit pun sebelum islam datang ke Madinah. Di balik penglihatan orang-orang yang memandangnya sebelah mata, ia memiliki keberanian yang sangat tinggi, melebihi kaum anshar pada umumnya. Sikapnya terlihat jelas ketika Baiat Aqabah, dimana ia langsung memacu kudanya begitu medengar dakwah Nabi Muhamad SAW, mendengarkan perkataan Rasulullah SAW, lantas memegang tangan beliau dan membaiatnya tanpa memepertanyakan lagi, berbeda dengan sikap Abu al-Haitsam bin Nabhan ataupun dari sahabat Anshar yang lain. Tak heran Rasulullah SAW bersabda,” Betapa banyak orang hina yang lemah serta lusuh dan tidak dianggap, seandainya ia bersumpah dengan nama Allah, niscaya Allah akan mewujudkan sumpahnya, diantara mereka adalah al-Barra bin Malik” ( hadits riwayat Bukhari)
                
 Keinginannya unutk mati sebagai seorang syuhada amatlah tinggi, ini dibuktikan dengan keberaniannya di kancah pertempuran Uhud dimana ia berhasil membunuh banyak sekali musyrikin, bagaikan pedang yang di arahkan ke berbagai penjuru. Keberaniannya tidak dapat diragukan, bahkan ketika masa setelah wafatnya Nabi SAW Umar bin Khattab pernah mewasiatkan supaya tidak menjadikan Al-Barra sebagai seorang komandan atau pemimpin pasukan, karena keberaniannya dinilai terlalu besar sehingga ditakutkan membawa bencana bagi pasukan.
                
 Salah satu perang yang diikutinya adalah perang melawan Musailamah Al-Kadzab yang mengaku sebagai nabi. Kaum muslimin dipimpin oleh Khalid bin Walid Sang Pedang Allah, bergerak ke Yamamah dan bertemu dengan pasukan musuh. Peperangan berkecamuk dengan sangat seru, namun lama kelamaan kelompok murtad tampak lebih umggul. Melihat hal itu Tsabit bin Qais dan Zaid bin Khattab merangsek maju, menyeru pada kaum muslimin unutk maju. Maka mereka berdua menyabetkan pedang ke segala penjuru, menghancurkan barisan musuh sampai mati syahid. Setelah sayhidnya mereka berdua maka Al-Barra tampil di depan, lantas kembali menyeru kaum muslimin uutk maju. Maka pasukan muslimin berhasil mendesak lawan hingga masuk ke benteng pertahanan. Al-Barra pun berkata, “ Wahai Kaum muslimin, lemparkanlah aku dengan ke benteng itu sehingga aku bisa membukanya dari dalam!” namun Khalid bin Walid tidak mengidahkan usul tersebut karena sangat berbahaya.
                
 Maka pada saat malam hari, Al-Barra diam-diam memanjat dinding lantas bertakbir dari atas benteng dan melompat menuju gerbang benteng. Tak peduli dengan sayatan pedang atau tusukan anak panah, ia membuka gerbang benteng dari dalam, sehingga pasukan muslim dapat menerobos ke dalam. Namun, Al-Barra belum mendapatkan syahid yang ia rindukan. Ia ditemukan terbujur sekarat di samping pintu gerbang . para muslimin segera membawanya ke tenda pengobatan. Pada masa pengobatan ia menangis setiap hari, karena belum mendapatkan syahid yang diinginkan. Khalid bin Walid menghiburnya dengan mengingatkan ia masih mempunyai kesempatan untuk syahid di peperangan di negeri Persia.
                 
 Ia mengikuti peperangan berikutnya melawan Persia di Qadisiyah dan yang lain. Pada suatu operasi pengepungan benteng,kedua  tangannya melepuh terkena karena menggenggam besi panas pada saat menyelamatkan nyawa saudaranya yang terkena jebakan musuh. Disana ia sempat membatin, “ Ya Allah, mengapa aku belum juga syahid?” akhirnya do’a beliau dijawab pada saat pertempuran di Ahwaz dan Tatsur. Pada medan Ahwaz ia berhasil membunuh sekitar seratus orang musuh dalam duel, hingga pasukan muslim memperoleh kemenangan disana. Namun pada di perbatasan Tatsur, musuh melakukan penyerangan sebanyak 80 kali, dimana pada penyerangan terakhir yang paling hebat, kaum muslimin berkata pada Al-Barra,
                
 “ Hai Barra, sesungguhnya RAsulullah saw. Telah bersabda kepadamu,’Jika kamu bersumpah atas nama Allah, pasti Allah akan mengabulkannya.’ Bersumpahlah atas nama Allah untuk kita!”
                
 Al-Barra berkata, “ Aku bersumpah kepada-Mu wahai Tuhan, berikan bahu-bahu musuh pada kami.” Maka pasukan musuh berhasil didesak hingga melewati jembatan Sus.
                 
Kaum muslimin kembali berkata, “ Barra bersumpah kepada Allah untuk kita.”
                 
Al-Barra berkata,” Aku bersumpah kepada-Mu wahai Tuhan, berikan bahu-bahu mereka kepada kami dan pertemukan aku dengan Nabi-Mu saw.” Maka  musuh berhasil ditumpas dan Al-Barra mati syahid.
                 
Itulah sekelumit kisah hidup salah seorang pejuang yang dibimbing disamping Nabi saw., menegakkan islam dan menggadaikan nyawanya di jalan Allah. Keberaniannya patut diteladani, bagi sebagian dari kita yang mungkin merasa ragu atau takut untuk meneggakan Kalimat Allah dengan jalan yang dapat kita lakukan.  Al-Barra telah membuktikan bahwa kemuliaan hanya dapat dicapai dengan perjuangan dan keberanian, dan perjuangannya telah terbalas dengan hadiah syahid di Jalan Allah.

Umairah, Abdurrahman, THE GREAT KNIGHT Kesatria di sekitar Rasulullah, Jakarta : Embun Publishing, 2006
     

Tidak ada komentar :

Posting Komentar